Rabu, 27 Januari 2016

PESTA DEMOKRASI (Katanya)

Bagaimana sikap kita saat ada yang mengundang kita ke pesta hajatan besar? Saat pihak yang mengundang pesta sudah merencanakan dari jauh-jauh hari sebelumnya, dengan anggaran biaya pesta yang jor-joran, dan melibatkan seluruh warga karena pesta tersebut diganyang akan menentukan nasib kita selama lima tahun ke depan? Tentunya kita akan menyambut gembira undangan tersebut dan berusaha memenuhi untuk menghadirinya.
Tapi rasanya tidak sama dengan pesta demokrasi yang digelar hari ini di Kalteng. Antusiasme warga terhadap perhelatan akbar ini terasa kurang sekali, walo katanya akan menentukan masa depan Kalteng selama 5 tahun ke depan.
Nasib Cagub-cawagub di tangan kita. Lhaa... nasib kita di tangan siapa??
Entahlah karena jemu dengan cerita praktek kecurangan yang acap dilakoni di setiap episode demokrasi yang dibumbui dengan politik uang, atau muak dengan kisah para pemimpin yang sering lupa membuktikan janji-janji manis mereka saat tebar pesona di masa kampanye, atau karena masyarakat yang semakin bijak dalam memilah dan memilih; yang saya amati hari ini Pilgub Kalteng terkesan suam-suam kuku.
Okelah saya mengacungi jempol atas kesiagaan dan kesigapan para aparat menjaga keamanan dan ketertiban selama masa-masa kampanye, masa tenang, hingga hari-H di tengah-tengah sempat merebaknya kecemasan masyarakat pasca digugurkannya salah satu pasangan calon. Selain itu, masyarakat terkesan apatis.
Layaknya hari ini, jam 8 pagi saya sudah pergi naik sepeda ke warung untuk belanja kebutuhan dapur, melewati TPS terdekat di RT tempat saya tinggal. TPS-nya sepiii... tidak terlihat aktivitas warga, hanya 1-2 orang petugas.
Setibanya di warung, berbasa-basi dengan ibu-ibu yang juga sedang belanja.
Saya (S) : "Nyoblos ga, Bu?"
Ibu (I) : "Ga eh, mbak... saya males dan ga ngerti. Saya ga kenal juga siapa orangnya. Ga ada efeknya buat saya"
Nah... saya bingung berpanjang lebar kalo sudah terucap begitu.
Saya sendiri juga tidak memilih bukan karena alasan tidak kenal dengan pasangan calonnya. Lhaa iyalah... mereka bukan saudara atau keluarga saya, apalagi pacar atau mertua saya. Ada hal-hal kritis yang saya yakin tidak perlu saya umbar ke publik karena itu juga terkait kerahasiaan hak pilih saya dan netralitas saya sebagai aparatur negara.
Hanya saja, saya tidak menyukai politik! Betapa saya telah melihat dengan mata kepala sendiri dan merasakan langsung bagaimana orang-orang yang dulunya berkerabat dekat bisa menjadi berseberangan hanya karena politik. Orang-orang yang biasanya berkawan menjadi lawan berseberangan, yang biasanya akur dan akrab menjadi saling menjelekkan dan saling menjatuhkan.
I'm just not into that...