Senin, 02 Mei 2011

Sketsa Pendidikan Indonesia

Telah lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, tapi kemerdekaan belum sepenuhnya tercapai dan dirasakan oleh anak-anak bangsa! Masih banyak masalah yang menimpa bangsa kita, mulai dari korupsi, kesejahteraan, pengangguran, terorisme, rendahnya mutu pendidikan, dan masih banyak lagi.

Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Indonesia sendiri dengan nyata-nyata ingin memajukan kesejahtreraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti sandang, pangan, dan papan. Namun, miris rasanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini: sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang gonta-ganti, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai moral dan kepribadian peserta didik yang jauh dari yang diharapkan.
Hari ini memperingati Hari Pendidikan Nasional (hardiknas), hari untuk mengenang dan introspeksi pendidikan di Indonesia saat ini. Namun, masih pantaskah negeri ini merayakannya dengan upacara bendera atau berbagai lomba sementara banyak anak-anak Indonesia yang belum mengenyam pendidikan sedikitpun?? Masih banyak anak yang terpaksa putus sekolah karena biaya yang tidak terjangkau dan tentunya masih banyak anak yang terpaksa berada di jalanan untuk menyambung biaya hidup dan sekolahnya. Dunia pendidikan hanya ditujukan bagi orang yang mampu dan memiliki kondisi finansial yang bagus, sedangkan rakyat miskin (terutama yang tinggal di pedesaan dan daerah terpencil) hanya bisa gigit jari dengan kondisi yang memprihatinkan tersebut.

Di zaman sekarang memang untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas baik harus menelan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang kualitas pendidikannya bagus terpaksa hanya mendapatkan di sekolah yang terbatas sarana dan prasarananya. Di daerah-daerah banyak sekolah yang kurang berfungsi dengan baik, di antaranya kerusakan bangunan (bocor, hampir roboh dan tidak layak pakai), dan sarana terbatas. Namun dengan kondisi tersebut, mereka tidak putus semangat untuk tetap terus belajar walaupun dengan fasilitas seadanya. Tidak dipungkiri bahwa tiap tahunnya, setiap jenjang pendidikan terus mengalami kenaikan biaya pendidikan, akibatnya banyak di antara mereka yang putus sekolah, atau bahkan tidak sekolah karena terhalang masalah biaya. Bagaimana mungkin tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai jikalau mengecap pendidikan dasar saja pun sulit??!
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’. Walaupun saat ini APBN negara telah mengalokasikan dananya sebesar 20% ke sektor pendidikan, namun masih banyak kalangan masyarakat yang belum merasakan dampaknya. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor terbesar masih banyaknya kalangan masyarakat yang masih belum merasakan jenjang pendidikan.

Tentunya begitu banyak hal yang menghambat perkembangan pendidikan di Indonesia. Selain kurangnya perhatian pemerintah, fasilitas yang tidak memadai, juga minimnya tingkat keseriusan dari stakeholder pendidikan, seperti para guru, orangtua dan siswa itu sendiri. Artinya perlu komunikasi yang baik antara semua elemen. Tidak hanya diprioritaskan oleh pemerintah, tetapi juga harus didukung oleh kesadaran kolektif elemen pembangunnya. Potret suram dunia pendidikan tidak perlu dijadikan polemik untuk saling menyalahkan serta mencari-cari kambing hitam. Banyak faktor yang berkait dan saling berimplikasi antara yang satu dengan lainnya, seperti mahalnya biaya pendidikan, disiplin kerja, kakunya aparatur penyelenggara pendidikan, serta akar budaya bangsa, seperti alergi terhadap perubahan, loyalitas yang berlebihan kepada atasan, serta sikap primordialisme yang kaku. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa.

Pendidikan dini dalam keluarga tentunya harus dapat menjadi pondasi yang kokoh, dalam rangka pembentukan karakter dan psikologis seorang individu. Pondasi ini yang nantinya akan membatasi sistem nilai dan norma ketika individu menjadi seorang makhluk sosial.


Sekolah adalah keluarga kedua. Dalam lingkungan sekolah, seorang guru seharusnya dapat menjadi orang tua kedua. Hakikatnya bukan pengajar tetapi pendidik, sehingga guru dituntut menjadi figur yang membumi, bukan hanya sekedar menyampaikan pelajaran yang dikurikulumkan. Yang lebih penting lagi ialah menyampaikan sistem nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.


Rendahnya Minat Baca dan Menulis
Budaya baca dan menulis masyarakat Indonesia yang rendah juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pendidikan Indonesia dari tahun ke-tahun tidak pernah mengalami perbaikan. 
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin menggila ini, kita bangsa Indoneisa tak ubahnya hanya berlaku sebagai korban! Menjadi penonton dan penikmat saja kita tidak mampu, apalagi menjadi pembaharu atau produsen kemajuan. Kita bagai sebuah boneka yang dijejali apapun menerima dan diam saja.
Anjloknya budaya baca dan tulis ini mulai terjadi ketika Pemerintah cenderung memprioritaskan pembangunan fisik, tanpa diikuti pembangunan moral masyarakat sehingga daya pandang dan pola pikir masyarakat cenderung simbolik dan materialistis. Padahal dengan membaca dan menulis tidak hanya menambah pengetahuan, namun juga menumbuhkan rasa kemanusiaan dan logika berpikir.


Perlu Terobosan
Sesungguhnya banyak cara apabila pemerintah memilki niat baik untuk mencerdaskan masyarakat.
1.   Meningkatkan minat baca.
Masyarakat yang belum cerdas tidak hanya dilihat dari tingkat pendidikan, tetapi dari kualitas dan kuantitas bacanya. Sebab, banyak orang yang berpendidikan tinggi tetapi tidak cerdas, karena malas baca. Sehingga yang timbul ialah kekerasan di sekolah atau kampus, atau perkelahian antar pelajar atau mahasiswa. Saat ini, masyarakat Indonesia masih memandang pendidikan dari sisi kuantitas, yang penting sekolah “agar tidak ketinggalan zaman/gengsi”, akan tetapi gairah pendidikan yang mulia sebagai bekal hidup terjun di masyarakat tidak menjadi orientasi.
2.   Perbaikan Sistem Pendidikan.
Sistem pendidikan menyangkut lembaga pendidikan, fasilitas pendidikan, infrastruktur, bahkan sampai kepada tahap kebijakan. Lembaga pendidikan bertanggung jawab atas perkembangan pendidikan saat ini. Dengan tingginya jumlah penggangguran, sudah dapat disimpulkan betapa hancurnya sistem pendidikan bangsa kita. Sebagian besar lembaga pendidikan hanya berorientasi komersial, yang penting sebanyak mungkin siswa yang dapat mereka rekrut, sampai-sampai jumlah siswa melebihi kuota fasilitas. Lembaga pendidikan lepas tangan ketika siswanya telah lulus. Mereka tidak memikirkan bagaimana solusi terbaik agar setelah siswa lulus menjadi lebih berguna, baik itu mendapat pekerjaan ataupun meneruskan keilmuannya.

Dengan tingkat permasalahan yang begitu rumit, sepertinya tidak mungkin membangun dunia pendidikan Indonesia yang berdayasaing dalam sekejap. Solusi terhadap permasalahan itu tidak sederhana. Dengan permasalahan yang sangat kompleks, solusi yang kita cari seharusnya tidak terlalu rumit tapi tidak pula dengan menyerderhanakan permasalahan yang ada.
  • ·         Perlu adanya perbaikan secara menyeluruh mulai dari merubah paradigma pendidikan nasional yang memisahkan pendidikan umum dengan pendidikan agama, menjadikan peranan agama sebagai landasan dalam proses pendidikan. Pendidikan agama tidak hanya diberikan satu kali dalam seminggu tapi juga harus dijadikan dasar atau landasan bagi mata pelajaran lainnya, sehingga akan melahirkan peserta didik yang tidak hanya menguasai sains dan teknologi tapi juga memiliki akhlak yang baik.
  • ·         Untuk mengatasi komersialisasi pendidikan, diperlukan peranan negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan upaya yang sistematis merubah paradigma pendidikan yang komersial dengan menyediakan sarana dan sarana pendidikan yang memadai, bermutu tinggi, dengan biaya yang dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan berdasarkan kualitas pendidikan ditentukan oleh berapa besar biaya pendididkan yang dikeluarkan. Peran serta pemerintah ini sebenarnya sebagai bagian dari pelayanan terhadap masyarakat dalam hal mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian dari perubahan tersebut akan melahirkan peserta didik yang berkualitas sehingga mampu memegang peranannya sebagai generasi penerus bangsa yang akan membawa pada kemajuan.
“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani…”