Rabu, 23 Maret 2011

Sepertinya Aku Mulai Mencintai Kota Ini (1)

Yah, sepertinya aku mulai mencintai kota ini. Terlepas dari apa dan bagaimana pun keadaan kota ini, hatiku mulai tertambat sepenuhnya disini. Emang sih ga bisa dipungkiri bahwa sebagai ibukota sebuah provinsi, kota ini masih jauh dari pantas untuk mendapatkan sebutan demikian karena ‘kualitas dan kuantitas’nya yang boleh dikatakan masih setara dengan ibukota kecamatan. (Terlalu lebay, yak!)

Minimnya pusat-pusat hiburan masyarakat, harga-harga kebutuhan bahan pokok yang berbeda jauh dengan yang ada di Jawa, serta akses teknologi informasi yang masih terbatas menjadi alasan utama kenapa aku awalnya ga terlalu merasa nyaman untuk tinggal di kota ini.
"Kota ini seperti hidup segan, mati tak mau..." pikirku.

Kurang lebih 2 tahun yang lalu ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di kota ini, jujur aku merasa ga berminat dengan kota ini. Sepertinya aku lebih nyaman dan familiar dengan kota kelahiranku, ato kota Gudeg tempat aku menempuh pendidikan tinggi, ato ibukota negara tempat asal aku sebelumnya, daripada kota ini…
Sebagai orang yang sebelumnya udah terbiasa dengan hedonisme kota metropolitan, aku kagok dan butuh waktu yang ga singkat untuk bisa menyesuaikan diri menerima keadaan.

Aku pindah ke kota ini pertengahan Juli 2009, namun bayangkan aja Cinema 21 (yang sekarang fokus muterin pilem-pilem produksi dalam negeri yang mengusung tema tak jauh dari dunia-dunia arwah dan pornografi terselubung) baru ada dibuka September, dua bulan kemudian. Aku yang biasanya cukup intens mengikuti perkembangan pilem keluaran terbaru sempat merasa geli sendiri. Semenjak ada pun, pilem-pilem yang diputer kebanyakan telat tayang dari jadwal loncing di Jakarta. Aku inget betul, pilem Step Up 2: The Street udah pernah aku tonton sebelumnya waktu aku masih di Jakarta pertengahan 2008, tapi tau ga sih itu pilem baru diputer medio 2010 kemaren menjelang sekuelnya yang ketiga akan diputer. Parah khan?
Palma

Ga ada gedung pencakar langit yang menjulang disini, bangunan yang paling tinggi yang ada hanya sampai kisaran 6-8 lantai aja, itupun bisa dihitung dengan sebelah tangan saja. Hal ini dikarenakan struktur tanah rawa yang ga terlalu mendukung untuk dibangun gedung-gedung tinggi. Kalopun dibangun gedung-gedung bertingkat akan memakan biaya operasional yang sangat besar untuk melapis dan memperkuat pondasi. Jadi, jangan bermimpi untuk menemukan gedung yang akan membuat anda menengadahkan kepala terlalu mendongak ke atas di sini. Sepanjang jalan yang akan anda temui kebanyakan adalah perumahan warga yang masih jarang-jarang, sungai, hutan maupun lahan-lahan kosong yang belum bertuan.


Harga kebutuhan pokok juga cukup melambung di sini. Kebanyakan masih didatangkan dari Jawa ato dari provinsi tetangga yang letaknya emang lebih dekat ke Jawa dan sudah maju duluan. Provinsi ini sih dulunya emang pemekaran dari provinsi tetangga itu, dan merupakan provinsi yang paling tertinggal dibanding dengan tetangga-tetangganya yang berada di satu pulau.
Faktor lain yang membuat harga barang-barang melambung karena yaa itu tadi, struktur tanah rawa gambut yang kurang baik untuk ditanami padi. Komoditas utama sektor agraria masih didominasi oleh perkebunan kelapa sawit yang sebenarnya kurang baik bagi tanah itu sendiri di beberapa puluh tahun yang akan datang. Alhasil, padi susah ditemui dan harga beras mencekik leher.
Jadinya, kalo lagi pengen beli-beli sesuatu seringkali harus jeli membandingkan harga di suatu tempat dengan tempat yang lain bahkan cenderung ga jadi beli karena aku yang udah tau kisaran harga aslinya duluan. Terpaksa deh hanya bisa menelan air liur. Huhuhuu…
Aquarius Boutique Hotel

Luwansa Hotel

Amaris Hotel

Gedung Batang Garing


Itu semua mah belom seberapa! Keterbatasan sumber daya manusia handal dan kompeten yang bisa diajak untuk berbagi dan bekerja sama, pengaruh tradisi leluhur yang masih kental dan berbau klenik, pola pikir masyarakat yang masih kolot dan kurang terbuka dengan perubahan baru yang positif, akses teknologi informasi yang masih minim dan masih banyaknya warga yang berada di  bawah garis kemiskinan juga mempertegas alasan ketidaknyamanan itu. Sektor pendidikan dan kesehatan juga masih perlu mendapat perhatian dan penanganan serius.
Sungai Kahayan

Salah satu sudut pemukiman warga

Sebenernya sih pengen menceritakan lebih rinci lagi tentang hal ini, tapi tangan udah keburu pegel duluan untuk mengetik panjang x lebar x tinggi. Toh inti cerita dari tulisan ini adalah aku pengen memberitahu kepada dunia bahwa aku tertarik akan kota ini, bukan sebaliknya justru menceritakan segala kekurangan yang ada. Tar deh aku certain lagi kenapa aku berubah pikiran menyukai kota ini di tulisan selanjutnya.