Kamis, 31 Maret 2011

Surat Kepada TUHAN

Hati yang gamang di Planet Bumi, 31 Maret 2011



Kepada Yang Maha Mulia, Yang Maha Kasih, dan Yang Maha Tahu

Tuhan Pencipta Semesta dan Pemilik kehidupan
di Sorga
tempat segala ruang dan waktu yang terbatas aku pahami.

Dengan hormat,
Aku masih menganggapMu ada dan selalu menganggap demikian, makanya aku berkirim surat kepadaMu, Tuhanku.
Bersamaan dengan ini aku mohon ampun Tuhan atas kelancangan dan keangkuhanku merengkuh waktu untuk meraih perhatianMu. Ada sebuah tanda tanya besar yang sangat menyita kesabaranku ya Tuhan dalam melakoni drama kehidupan, hingga terbitlah surat ini kepadaMu.
Entah bila surat ini akan sampai di tanganMu – apakah setelah noktah terakhir dari surat ini, atau Engkau telah membacanya bahkan sebelum huruf awal dari isi surat ini kutuangkan. Ku tak peduli kapan, yang aku tahu hanyalah bahwa sejak aku kecil Engkau adalah Maha Tahu. Bahkan jauh sebelum dunia dijadikan pun, Engkau telah mengetahui apa yang telah, yang sedang, dan yang akan terjadi dalam dunia ini.
Kurangkai kegelisahan dan cerita hidup yang terangkum dalam memoriku yang mungkin tidak bagus untuk suatu ingatan yang tajam dan brilyan, hanya sebagai arsip pribadi, tapi bukan pula sekedar cerita pengisi waktu senggang.

Sebenarnya aku malu Tuhan, aku malu dengan terhadap diriku sendiri dan aku malu terhadap Tuhan yang memiliki hidupku. Aku takut Kau akan sangat sedih melihatku. Aku merasa terlalu banyak mengecewakanMu akhir-akhir ini. Aku telah mengerti dan memahami apa itu artinya kebahagiaan dan keselamatan di dalam Engkau, tapi masih saja aku bermuram dan merasa galau. Aku juga telah memahami sepenuhnya Engkau yang memegang hidup dan masa depan kami, tapi Aku terkadang-kadang aku masih bertanya-tanya akan janji dan penyertaanMu.
Mengapa Kau ijinkan hal-hal yang tidak adil dan tidak benar terjadi di dunia ini?
Mengapa ada perang, bencana, penindasan, tipu muslihat, sakit-penyakit, kelaparan, penderitaan dan airmata dimana-mana?
Mengapa ada orang-orang yang begelimang harta sementara yang lainnya harus mengais bak sampah untuk memuaskan lapar dan dahaga?
Mengapa aku harus memberikan pipi yang kanan jika ditampar pipi yang kiri?
Mengapa aku harus mencintai musuhku dan berdoa bagi mereka yang menganiaya aku?
Mengapa sepertinya aku harus selalu mengalah walau dirugikan dan diperlakukan tidak adil?
Mengapa aku harus bersabar atas banyak hal yang tidak menyenangkan di dunia ini?
Mengapa aku tidak boleh bersungut-sungut, tapi justru bersyukur atas semua keadaan?


Masih panjang daftar pertanyaan ‘mengapa’ yang aku punya Tuhan, namun aku yakin Engkau paling tahu akan segalanya. Tolong ya Tuhan, jawablah kiranya agar aku mengerti, karena aku merasa sangat lelah bertanya-tanya dan menanggung semua ini...




Salam,

AnakMu yang gamang.